Bisnis.com, JAKARTA – Rencana ‘penggemukan’ alias penambahan kementerian/lembaga (K/L) dalam kabinet Prabowo-Gibran kelak, ekonom menilai hal tersebut menimbulkan paradoks.
Bagaimana tidak, Prabowo juga menginginkan adanya debirokratisasi dan deregulasi untuk membuat proses perizinan yang lebih cepat. Namun beriringan dengan penambahan jumlah kementerian, yang kabarnya menjadi 46 dari 34 kementerian yang saat ini ada.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudistira memandang rencana Prabowo-Gibran tersebut hanya akan membuat koordinasi menjadi semakin rumit dan berisiko tumpang tindih peraturan yang akan dikeluarkan ke depannya.
“Seharusnya untuk debirokrasi cukup memaksimalkan fungsi dirjen [direktorat jenderal] di kementerian eksisting. Jadi jangan sampai memperbanyak jumlah birokrasi teknis dengan pembentukan K/L, ego sektroal bisa naik,” tuturnya kepada Bisnis, Jumat (11/10/2024).
Menurutnya, birokrasi harusnya semakin ramping dan semakin cepat dalam mengambil keputusan. Sementara regulasi yang dibuat harus lebih berkualitas dengan partisipasi pelaku usah dan masyarakat.
Alhasil, ketika regulasi itu keluar, dapat memangkas banyak sekali rantai birokrasi. Di sisi lain, pemerintah juga harus melakukan penyempurnaan dari Online Single Submission (OSS) baik di level pusat dan daerah.
Baca Juga
“Jadi tidak bisa dijawab dengan penambahan K/L, akan sangat paradoks, dibutuhkan biaya yang besar,” lanjutnya.
Bhima mengambil contoh pada Undang-Undang Cipta Kerja yang menghimpun beragam ketentuan, namun kualitasnya rendah dan kurang memiliki partisipasi yang bermakna. Alhasil justru menjadi hambatan birokrasi dan ketidakpastian birokrasi.
Salah satunya pada ketentuan Upah Minimum Provinsi (UMP), setiap tahunnya penghitungan upah selalu mengalam perubahan. Di sisi lain, pelaku usaha membutuhkan kepastian terkait pengupahan.
Pada kesempatan lain, Anggota Dewan Pakar TKN Prabowo-Gibran, Drajad Wibowo, mengungkapkan bahwa untuk mengerek pertumbuhan ekonomi, butuh dorongan dari swasta. Namun pada parktiknya, swasta kerap terhalang regulasi dan birokrasi.
“Birokrasi kita terlalu gemuk dan setiap unit di dalam birokrasi itu pasti ingin bikin peraturan dan perizinan. Intinya adalah penguatan government, ujung-ujungnya adalah debirokrasi dan deregulasi,” ungkapnya dalam Katadata: Indonesia Future Policy Dialogue di Le Meridien, Rabu (9/10/2024).
Drajad menekankan bahwa keinginan Prabowo tersebut telah tercantum dalam Asta Cita ketujuh, yakni memperkuat reformasi politik, hukum, dan birokrasi, serta memperkuat pencegahan dan pemberantasan korupsi dan narkoba.
“Mungkin orang bertanya, kalau begitu kenapa mesti nambah? Yang disebut nambah itu adalah kementerian dan lembaga. Cuma di internal, satu persatu kementerian dan lembaga kita harapkan ada di debirokratisasi dan diregulasi supaya swasta ini bisa maju cepat,” jelasnya.